Tradisi Ngerupuk Di Bali
Upacara
ngerupuk ini adalah dilasanakan pada 24 maret 2020, merupakan upacara yang
dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari
(sandhyakala) setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah) sehari sebelum
upacara Nyepi.
Seperti
dijelaskan dalam Wikipedia, pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar
nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan
pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda apa saja (biasanya kentongan)
hingga bersuara ramai/gaduh.
Tahapan
ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan
lingkungan sekitar.
Khusus
di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh yang merupakan
perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya
sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Dalam
Parisada Hindu Dharma Indonesia, upacara ngrupuk ini dilakukan pada saat
sandhyakala setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah sehari sebelum
Hari Raya Nyepi, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur.
Sedangkan
untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar
tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian.
Sejak
tahun 1980-an, umat mengusung ogoh yaitu patung raksasa. Ogoh yang dibiayai
dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar.
Pembakaran
ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur
kekuatan jahat.